Awal Perjalanan2
H2 awal
H3 kedua
H4 keempat
Raka menatap layar komputernya yang menyala redup. Sudah hampir tiga bulan ia bekerja dari rumah, dan entah mengapa hari itu segalanya terasa lebih berat. Tumpukan pekerjaan belum selesai, sementara notifikasi terus berdatangan tanpa henti. Namun di tengah kebisingan itu, ada satu pesan yang membuatnya berhenti mengetik: sebuah undangan reuni dari teman-teman lamanya.
Ia belum pernah hadir ke acara semacam itu sebelumnya. Raka selalu merasa hidupnya terlalu biasa untuk diceritakan kembali kepada teman-teman yang terlihat begitu sukses di media sosial. Namun ada sesuatu pada pesan itu—mungkin rasa rindu, mungkin rasa penasaran—yang membuatnya mempertimbangkan untuk datang kali ini.
Kenangan yang Kembali
Ingatan masa sekolah perlahan muncul kembali. Tentang hari-hari saat hidup lebih sederhana, ketika ambisi belum terlalu membebani, dan ketika tawa lepas tidak perlu alasan. Raka teringat seorang sahabat bernama Satria, seseorang yang selalu mendorongnya untuk bermimpi lebih tinggi. Mereka sempat dekat, namun berpisah ketika masing-masing mengejar cita-cita.
Sejak saat itu, kehidupan mengalir cukup cepat. Raka fokus pada pekerjaannya, mengejar target perusahaan, dan perlahan melupakan hal-hal yang pernah membuatnya bersemangat. Ia tidak menyadari berapa banyak hari berlalu tanpa benar-benar ia rasakan.
Keputusan yang Menentukan
Setelah berpikir cukup lama, Raka akhirnya memutuskan untuk menghadiri reuni tersebut. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mencari kembali sesuatu yang hilang—entah itu teman lama, semangat yang pernah ada, atau sekadar alasan untuk merasa hidup kembali. Ia menyiapkan pakaian terbaiknya dan memastikan dirinya terlihat rapi, meski dalam hati masih penuh keraguan.
Malam reuni tiba. Tempatnya adalah sebuah kafe kecil di pinggir kota yang dihiasi lampu kuning hangat. Ketika Raka memasuki ruangan, ia langsung disambut gelak tawa, suara musik, dan wajah-wajah yang sebagian ia kenali, sebagian lagi terasa asing karena waktu.
Pertemuan yang Tidak Terduga
Setelah beberapa menit, Raka melihat seseorang berdiri di dekat pintu kaca. Satria. Ia masih sama seperti dulu—senyum ramah, mata jernih, dan sikap yang membuat orang lain merasa dihargai. Mereka saling menatap beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum dan saling menghampiri.
“Akhirnya kamu datang juga,” ujar Satria.
Raka tertawa kecil. “Aku juga nggak nyangka.”
Mereka lalu berbincang panjang, seolah tidak ada jeda bertahun-tahun di antara mereka. Satria bercerita tentang bisnis rintisannya, sementara Raka bercerita tentang pekerjaannya yang membuatnya mulai kehilangan arah. Satria mendengarkan dengan serius, tidak menghakimi, tidak memberi nasihat klise—hanya hadir sebagai seorang sahabat lama.
Saat Segalanya Terungkap
Ketika malam semakin larut, percakapan memasuki topik yang lebih dalam. Raka mengungkapkan ketakutannya gagal, kebingungannya mengenai masa depan, dan rasa lelah yang terus ia pendam. Ia merasa aneh menceritakannya, tetapi entah mengapa Satria adalah satu-satunya orang yang bisa membuatnya jujur tanpa rasa malu.
Satria kemudian mengungkapkan sesuatu yang mengejutkan: ia pun pernah berada pada posisi yang sama. Ia kehilangan arah sebelum akhirnya menemukan keberanian untuk memulai dari awal. “Kadang,” katanya, “kita hanya perlu berhenti dan melihat kembali siapa diri kita sebenarnya.”
Cahaya Baru
Perkataan itu menyentuh Raka lebih kuat dari yang ia bayangkan. Untuk pertama kalinya setelah lama, ia merasakan kembali percikan semangat kecil dalam dirinya. Ia tidak lagi merasa sendirian, dan ia tidak lagi melihat hidup hanya sebagai rangkaian target yang harus dicapai.
Malam itu mereka berjanji untuk saling mendukung, apa pun yang terjadi. Sebuah janji sederhana yang memberi Raka kekuatan baru untuk menghadapi hari-hari selanjutnya.
Kembali Menemukan Tujuan
Hari-hari setelah reuni terasa berbeda. Raka mulai menata ulang jadwal kerjanya, memperbaiki kebiasaan, dan mencoba hal-hal baru yang selama ini ia tunda. Ia mulai menulis kembali, sesuatu yang dulu menjadi hobinya sebelum tenggelam dalam rutinitas pekerjaan.
Ia juga menjaga komunikasi dengan Satria, yang sering memberinya dorongan atau sekadar mendengarkan ketika hari terasa berat. Raka mulai merasa bahwa hidupnya perlahan kembali memiliki arah.
Perubahan yang Terjadi
Beberapa minggu kemudian, Raka membuat keputusan besar: ia memutuskan untuk memulai proyek pribadi yang selalu ia impikan. Bukan untuk mengejar pengakuan, tetapi untuk mencari kembali rasa bangga pada dirinya sendiri. Ia bekerja dengan penuh dedikasi dan menemukan bahwa perasaan puas itu ternyata belum benar-benar hilang—hanya tertutup oleh kesibukan.
Perubahan ini juga membuat lingkungan sekitarnya melihat Raka dengan cara berbeda. Ia terlihat lebih bersemangat, lebih hidup, dan lebih percaya diri.
Akhir Dari Permulaan
Suatu malam, Raka duduk di depan komputernya dan melihat hasil kerja kerasnya selama ini. Ia tersenyum—bukan karena semuanya sudah sempurna, tetapi karena ia akhirnya bergerak ke arah yang benar. Ia sadar bahwa reuni itu bukan sekadar pertemuan teman lama, tetapi titik balik dalam hidupnya.
Dan di sanalah cerita baru Raka dimulai. Bukan sebagai seseorang yang hilang arah, melainkan seseorang yang akhirnya menemukan dirinya kembali.
